Banda Aceh – Dua gampong di Kabupaten Aceh Besar yakni Gampong Mon Ikeun dan Lam Kruet Kecamatan Lhoknga, mendapatkan sertifikat pengakuan sebagai daerah Tsunami Ready atau siaga tsunami oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Pengakuan tersebut ditandai dengan penyerahan sertifkat oleh UNESCO pada cara 2nd UNESCO IOC Global Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh 2024 di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh, Senin (11/11/2024).
Kepala Badan Penanggulang Bencana Daerah (BPBD) Ridwan Jamil, SSos, MSi, yang mewakili Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar mengatakan, dua gampong tersebut merupakan desa tangguh bencana yang sudah lama dibina dan dibentuk oleh BNPB sejak 2017-2018. “Lalu kemudian BMKG melakukan upaya selanjutnya memastikan 12 indikator guna mendapat pengakuan kelas dunia dalam rangka kesiapsiagaan yaitu Tsunami Ready Community,” katanya.
Pemerintah Aceh Besar memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas prestasi kedua gampong tersebut. Dimana, Kalaksa BPBD Aceh Besar yang hadir di acara tersebut mewakili Pj Bupati Muhammad Iswanto SSTP MM, menyampaikan apresiasi dan rasa bangga atas capaian kedua gampong tersebut.
Menurutnya, Tsunami Ready Community atau yang sering disebut dengan komunitas siaga tsunami merupakan upaya dari pejabat dan penduduk setempat serta dari seluruh dunia untuk menyelamatkan nyawa masyarakat yang rawan terhadap risiko tsunami. Program Tsunami Ready Community mempunyai tujuan untuk membangun masyarakat yang tangguh yang memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan untuk melindungi kehidupan, mata pencaharian, dan harta benda dari tsunami di berbagai wilayah, sehingga dapat meminimalkan korban jiwa.
“Untuk mecapai terbentuknya masyarakat/komunitas Tsunami Ready, diperlukan upaya kolaboratif untuk memenuhi standar kesiapsiagaan tsunami, melalui pemenuhan seperangkat indikator yang telah ditetapkan,” katanya.
Ridwa Hamil menambahkan, ada 12 indikator masyarakat siaga gempa dan tsunami berdasarkan UNESCO-IOC. Indikator tersebut yakni memiliki peta bahaya tsunami, memiliki informasi perkiraan jumlah orang yang berada di wilayah bahaya tsunami.
Memiliki papan informasi publik tentang gempa dan tsunami, memiliki inventaris sumber daya ekonomi, infrastruktur politik dan sosial untuk pengurangan risiko bahaya tsunami.
Memiliki peta evakuasi tsunami yang mudah dimengerti yang disusun bersama dengan pihak berwenang berkolaborasi dengan masyarakat, informasi tsunami termasuk rambu-rambu ditampilkan di publik, memiliki materi pendidikan dan kesiapsiagaan yang didistribusikan.
Melakukan pelatihan tsunami secara rutin, memiliki rencana operasi darurat tsunami yang harus dijaga dan dilatih rutin.
Memiliki kapasitas untuk melaksanakan rencana operasi kedaruratan, memiliki kemampuan menerima info gempa dan peringatan dini tsunami dalam 24 jam, 7 hari. Terakhir memiliki kemampuan menyebarluaskan info gempa bumi dan peringatan dini tsunami 24 jam 7 hari.
“Jadi itulah sebenarnya tujuan dari Tsunami Ready Community, mendorong seluruh masyarakat dan pemerintah daerah di pantai rawan tsunami agar siap. Sehingga tidak menjadi korban gempa dan tsunami,” jelasnya.
Lebih jauh, Ridwan Jamil mengatakan, saat ini Aceh Besar baru dua gampong yang telah mendapat pengakuan kesiapaan masyarakatnya akan bahaya potensi tsunami. “Masih banyak desa-desa sepanjang garis pantai khususnya di wilayah Aceh Besar, untuk itu kedepan kita mengharapkan kepada Pemerintah Pusat BMKG, BNPB, pemerintah daerah, akademisi dan dunia usaha lainnya dengan konsep pentahelix bahkan multihelix dapat terus bekerjasama membantu membangun mempersiapkan kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana khususnya ancaman potensi tsunami,” imbuhnya.
Pria yang akrab disapa RJ itu menyampaikan, di Indonesia ada 22 desa yang mendapatkan pengakuan serupa terutama desa dan masyararakat yang mempunyai potensi ancaman tsunami.
“Lhoknga merupakan wilayah yang paling terdampak saat Tsunami terjadi, dengan memiliki beberapa indikator itu, maka Gampong Mon Ikeun dan Lam Kruet layak mendapat predikat tersebut,” pungkasnya. (**)