Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menegaskan komitmennya dalam memperluas akses kesejahteraan dasar bagi kelompok profesi strategis, termasuk pekerja media. Bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kemen PKP), serta didukung oleh Bank Tabungan Negara (BTN) dan BP Tapera, pemerintah telah meluncurkan program kepemilikan rumah terjangkau yang terbuka untuk beragam sektor.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Nezar Patria menyampaikan bahwa program ini merupakan bagian dari percepatan distribusi kepemilikan rumah hunian yang telah dirancang oleh Kemen PKP dan menyasar lebih dari 220 ribu unit pada 2025. Program ini mencakup berbagai kelompok pekerja, yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, guru, tenaga kesehatan, dan pekerja media.
“Pemerintah ingin memastikan agar distribusinya menjangkau sektor-sektor pekerjaan yang selama ini luput dari perhatian. Pekerja media, baik dari lini redaksi maupun pendukung produksi, termasuk di dalamnya,” ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi) Nezar Patria saat sosialisasi “Akselerasi Kepemilikan Rumah bagi Karyawan Industri Media”, Rabu (23/4/2025) di Jakarta.
Kemkomdigi pun telah berkomunikasi dengan sejumlah organisasi pers. Pendekatannya adalah inklusif dan berbasis data. Langkah ini dilandasi oleh kenyataan bahwa kebutuhan akan rumah layak huni makin mendesak, terlebih di tengah angka backlog perumahan yang masih tinggi secara nasional.
“Sebanyak 1.100 karyawan media yang sudah memiliki rumah lewat program ini, jadi bukan program yang baru. Harapannya pada 2025 karyawan media kembali bisa memiliki akses fasilitas perumahan ini,” ujar Nezar.
Mengurai Backlog dan Menyesuaikan Kriteria MBR
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan laporan terbaru dari Kemen PKP, hingga 2024 Indonesia masih menghadapi kekurangan sekitar 10,9 juta unit rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Backlog perumahan ini paling banyak dialami oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dengan kontribusi mencapai 93% dari total backlog.
Menyikapi hal ini, pemerintah melakukan pembaruan kriteria MBR yang berhak menerima program. Penyesuaian ini sejalan dengan meningkatnya inflasi dan harga hunian, sekaligus membuka peluang bagi segmen pekerja media yang kerap berada dalam “jebakan penghasilan menengah”, tidak miskin, namun belum mampu membeli rumah komersial.
“Awalnya batas penghasilan maksimal Rp7 juta hingga Rp8 juta. Kemudian menjadi Rp13 juta hingga Rp14 juta. Langkah ini bisa memperluas karyawan yang bisa mengikuti program ini,” ujar Nezar.
Dua skema utama ditawarkan untuk pekerja media yang ingin memiliki rumah. Pertama, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan dan Subsidi Bantuan Uang Muka (FLPP + SBUM). Bunga tetap 5% selama 20 tahun, uang muka ringan, cicilan terjangkau dan khusus untuk MBR. Kedua, Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Skema ini berlaku untuk peserta aktif Tapera dengan iuran minimal 12 bulan. Fasilitasnya untuk membeli, membangun, atau merenovasi rumah pertama.
BTN sebagai mitra utama akan turut memberikan layanan khusus untuk pekerja media, termasuk diskon biaya administrasi dan promosi jika menggunakan fasilitas payroll di BTN. Yang menjadi acuan dalam seleksi bukanlah sertifikasi wartawan, melainkan status sebagai karyawan industri media yang terverifikasi oleh institusi tempatnya bekerja.
Dukungan Data dan Keselarasan Antarinstansi
Kemkomdigi juga telah bersepakat dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyelaraskan data pekerja media ke dalam basis data tunggal sosial ekonomi nasional (Regsosek). Hal ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa kebijakan tepat sasaran, berbasis data mutakhir, dan inklusif.
Langkah ini diyakini bukan hanya sebagai pemenuhan hak dasar, tetapi sebagai investasi negara terhadap masa depan jurnalisme dan demokrasi. Studi global menunjukkan bahwa kepemilikan rumah berkorelasi langsung dengan produktivitas kerja, stabilitas sosial, dan perencanaan finansial jangka panjang.
“Negara hadir bukan hanya melalui pelatihan dan infrastruktur digital, tetapi juga melalui jaminan kesejahteraan seperti hunian. Ini bentuk nyata bahwa kita memandang pekerja media sebagai bagian penting dari sistem demokrasi,” ujar Nezar.
Mengatasi Tantangan
Meski peluang terbuka, tantangan tetap ada. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa sejak 2024, terjadi penyusutan kredit pemilikan rumah tipe kecil dan kredit konstruksi perumahan, yang menjadi sinyal lemahnya daya beli dan kehati-hatian sektor properti dalam merespons pasar MBR.
Oleh karena itu, kehadiran negara lewat program seperti ini menjadi penting untuk menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan akses terhadap rumah layak huni.
Kemkomdigi pun mengajak seluruh karyawan industri media untuk memanfaatkan program ini secara optimal. Informasi lebih lanjut dan pengajuan bisa dilakukan melalui kantor BTN terdekat atau platform digital SI KASEP (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan).
“Mohon kolaborasinya untuk bisa mensosialisasikan program ini kepada anggota asosiasinya, dan juga bagi perusahaan bisa mengimplementasikan di perusahaan masing-masing,” ujar Nezar.
Dengan kerja sama lintas sektor dan pendekatan berbasis data, pemerintah berharap program ini menjadi bagian dari solusi nyata dalam mengurai backlog perumahan nasional dan menciptakan ekosistem media yang lebih sejahtera, profesional, dan tangguh